Dia yang tidak sama denganku, dia yang tidak aku mengerti, dan dia yang membiusku hingga mati rasa. Dia, yang sulit bagiku untuk mengerti.
Sejarah memiliki tampuk istimewa dalam hidupku dan dia. Skenario lama yang telah mendarah daging dalam diriku mengharuskanku untuk melanjutkannya sebagaimana yang seharusnya. Andai saja ia tidak menoleh padaku ketika itu, aku tak akan merasa terbunuh seperti ini. Hidupku pasti akan lebih mudah.
Aku sama sekali tidak memiliki minat pada makhluk yang bernapas dengan paru-paru. Makhluk yang berjalan diatas dua kaki, makhluk yang selalu dibalut kain berwarna untuk menutupi kemaluannya, dan makhluk yang selalu memasak makanannya. Tidak. Sama sekali tak berminat.
Tapi dia begitu beda bagiku, hingga aku harus mengalami jatuh cinta, lagi, segila-gilanya, dengan dia, hingga aku lupa bahwa aku memiliki sejarah yang kontras dengannya. Sejarah kehidupanku, keluarganya, sampai ke bagian berbelit-belit lainnya yang tanpa kupelajari pun aku tau aku berbeda dengannya. Bahkan untuk bicarapun aku tak bisa meskipun ingin.
aku jijik melihat diriku yang mempunyai kulit begitu lengket dan basah. aku jijik melihat diriku yang tidak bisa berjalan sedikit lebih tegap. aku jijik karena warna kulitku yang menjijikkan, suaraku yang menjijikkan, aku jijik mengapa aku tidak sama dengannya, dan jijik dengan segala macam tentang aku. Aku sering mendengar orang berteriak kepadaku. Aku sering dikatakan makhluk aneh dan menjijikkan, makhluk menggelikan dan lagi-lagi, menjijikkan, lalu kemudian aku diusir seperti sampah. Betapa menyedihkannya menjadi aku.
Andai aku bisa berevolusi seperti dia, semuanya pasti akan menjadi lebih mudah. Atau.. andai dia berevolusi menjadi aku. Tidak. Aku tidak akan pernah merelakannya berevolusi menjadi diriku. Betapa sengsaranya dia jika harus bertelanjang seperti aku, dan betapa malunya ia ketika mengetahui kulitnya berbintik-bintik seperti aku.
Putri, begitulah biasanya orang-orang memanggilnya. Dan aku ingin berubah menjadi pangeran yang akan selalu menjaganya, selalu ada untuk mencintainya, menyentuh rambutnya yang terurai polos, dan aku pun selalu siap untuk memeluk. tapi aku hanya bisa melihat tanpa menyentuh raganya. Satu detik yang diberikan kepadaku untuk menatapnya, betapa relanya aku mematung untuk itu.
Lama aku menyadari bahwa rasa ini dipisahkan oleh realita dan keadaan serta fakta yang menyedihkan bahwa aku menjijikkan.
Lama aku menyadari bahwa cinta yang tak berbalas akan membunuhku dari dalam seperti kanker.
Lama aku menyadari sakitnya ketika menyimpan rasa ini sendiri.
Aku bertambah iri saja ketika melihat seorang pria dan wanita berjalan bergandengan tangan dengan mesranya. Waktu itu, beberapa hari yang lalu, aku pergi bersama Al, temanku, menghabiskan liburan dengan berenang-renang di sebuah kolam di taman besar. Kemudian sepasang makhluk tampak berjalan bergandengan tangan, dan sesekali pejantannya menciumi punggung tangan betinanya. Ukh... berkali-kali aku mengutuki mereka hingga mencapai batas sekesal-kesalnya. Tiap kali ingat Putri, tiap kali juga aku teringat sepasang begundal tersebut. Aku juga ingin seperti itu dengan Putri.
Aaahh... betapa sangat berbedanya dunia kami. Di dunianya aku adalah hama, dan di duniaku dia dianggap pengganggu. Dia dan jenisnya selalu memburu kami. Aku heran mengapa aku menjadi buta karena dia. mengapa aku mencintainya. Tapi cinta itu butuh interaksi. Berarti cinta ini tidak akan lama mengingat barang sejenakpun aku dan dia tidak pernah berinteraksi. Pernah sekali, ketika aku mengejutkannya dibalik semak-semak didepan rumahnya, kemudian dia memekik ketakutan dan berlari kerumahnya. Kenangan pahit.
Aku cuma ingin berkenalan dengannya. Atau sekedar ingin melihat dia lebih dekat. sekedar ingin tau detail wajahnya. Sekedar ingin membuktikan bahwa aku ini adalah pejantan yang juga ingin dicintai dan mencintai.
Begitu banyaknya hal tentang dia yang membuatku tergila-gila. Satu sisi aku ingin agar dia tau bahwa aku sangat mencintainya, mengharapkan hatinya jatuh kepadaku, mencoba mengatakan bahwa hati ini sudah terlalu rapuh untuk menyimpan rasa ini sendiri untuk waktu yang lama. Betapa ingin aku menjadi sesuatu yang berarti baginya, kemudian kami berlari-lari berpegangan tangan diantara realita dan fatamorgana cinta, dan berteriak bahwa aku ada! Selalu ada kapanpun dia butuh.
Tapi disatu bagian aku merasa kasihan padanya, karena sesuatu seperti aku telah berani mencintai dan menaruh hati pada dirinya. Betapa merananya dia jika mengetahui bahwa aku, yang tidak berharga, yang busuk, yang menjijikkan, telah menanam sebuah cinta untuknya. Betapa muaknya dia melihatku ketika ia mengetahui semuanya. Dia akan menertawakan segala kebodohanku, dan mungkin menginjakku sampai batas muaknya. Sampai aku mati.
Huh.. cukup lama juga aku menatap bulan malam ini, hingga aku tak menyadari malam telah pasrah digusur pagi. Unggas-unggas peribut itu mulai berkokok berkoar-koar bangun lebih awal, dan menunaikan tugasnya untuk menyadarkan setengan jiwa orang-orang yang masih dibius mimpi.
"Gef, kau melamun lagi semalaman? Melihat ke bulan dengan wajah prihatin, kasihan. Apa yang akan kau tunggu jatuh dari langit? Bintang jatuh? Kau akan mati kalau sampai mendapatkannya. Kau kecil," ujar suara yang mengagetkanku dari belakang.
Oh iya, aku sampai lupa memperkenalkan diriku. Aaaahh.. Putri... dia meracuni pikiranku hingga lupa segalanya. Putri... dia begitu indah.. indah... ahh.. ahh.. ahh..
Namaku Gefroggian, seekor katak muda yang memiliki segudang ambisi dan sejumput kekuatan. Tak heran sebagian ambisi itu cuma mengambang saja seperti kapas karena aku tidak punya kuasa untuk menaklukkannya. Aku mencintai seorang manusia. Aku melawan kodrati. Dan aku tak punya kekuatan untuk itu. Salah satunya itu.
Aku adalah anak dari slaah seorang katak pekerja keras dan berwibawa serta cukup disegani di wilayah kami. Aku bangga menjadi anaknya. Tapi katak pekerja keras itu merasa menyesal telah membuat anak seperti aku. Ya... lama-lama ayah tau juga kalau aku sering memperhatikan Putriku melalui semak-semak taman rumahnya, tempat dimana kami tinggal. Dan ia sudah bisa menduga kalau aku sedang jatuh cinta pada anak cucu Adam itu.
Yang menegurku tadi adalah teman dekatku, Alfroggino, atau aku memanggilnya Al.
Dalam komunitas katak muda, akulah yang paling gagah. Aku selalu dipuja dan didekati oleh banyak ibu-ibu si betina, meminta aku agar bersedia menikahi anaknya. Aku selalu menjadi idaman para betina yang sudah siap untuk dikawini. Tapi aku sudah terlanjur suka pada seorang wanita indah yang tidak memiliki kulit berbintik-bintik seperti aku.
"Bagaimana menurutmu, Al, aku sedang mencintai seseorang," ujarku lirih. Pandanganku masih tak lepas pada bulan yang masih terang dilangit yang mulai kebiruan.
"Maksudmu dia?" Al menunjuk sesuatu dibelakangku. Sontak aku berbalik. Di belakangku aku melihat sosok tubuh yang indah dan lagi-lagi aku rela mematung untuk itu.
Putri tampak manis dengan seragam putih sekolahnya. Oooh.. kecantikan yang memukau. tidak ada orang yang lebih cocok memakai warna putih selain Putri, kecuali mungkin beras. Rupanya ia akan pergi ke sekolah. Tangannya memeluk dua buah buku tebal. Aku sadar aku tak akan bisa meraih tangan itu, dan membawakan buku itu untuknya. Putri! Aku disini ! Oh, tidak... aku ingin sekali mendekatinya.
Tiba-tiba loncatanku terhenti ketika melihat seseorang yang menunggunya di luar pagar rumahnya. Seseorang yang tidak asing lagi rasanya bagiku. Dia mencium kedua pipi Putriku. Tapi tidak ada apa-apanya dibandingkan dnegan aku saat ini, karena sekarang tubuhku meledak penuh kemarahan setelah mengetahui dia, pria keparat yang menjemput Putriku itu adalah orang yang sama dengan yang kulihat di taman kota beberapa hari yang lalu!
Orang yang selalu menghinggapi pikiranku dan menyuguhkanku dengan adegan yang membuatku iri setengah mati. Oh... Putriku telah salah memilih orang. Pria keparat itu sekarang menggandeng tangan Putriku, persis ketika ia menggandeng seorang wanita lain ditaman. Mereka mulai menyeberangi jalan, dan aku mulai kalap. Aku tahu aku tak bisa menghalangi pria itu tapi aku akan berusaha membuat Putri mengerti betapa bejatnya pria yang digandengnya. Aku ingin melindunginya. Aku tak peduli pada Al yang berulang kali menyuruhku untuk kembali.
Sekarang aku sudah di luar rumah Putri, dan bersiap mengejar mereka yang sudah ada di seberang jalan. Aku tak peduli pada semuanya. Aku tak peduli lagi kalau-kalau Putri kaget ketika ia melihatku. Aku meloncat maju tanpa memperdulikan roda-roda besar yang berseliweran disekitarku. Yang kupedulikan adalah Putri. Sebab, bagaimanapun Putri pasti akan menangis juga pada akhirnya setelah mengetahui pria itu telah mempunyai cinta yang lain.
Dia tidak seperti aku Putri... mengertilah..
Gressss!!
Awalnya amat sakit. Tapi ternyata setelah itu tubuhku merasa lebih ringan dari yang sebelumnya. Bebanku hilang. Aku merasa melayang di udara, dan terus ke atas.. terus... terus... ke atas...
Ooh... itu... ditengah jalan itu! Itu tubuhku! Tapi agak berbeda dari yang biasanya. Lebih tipis... dan agak melebar...
Ooh... ternyata tubuhku lebih menjijikkan lagi jika dilihat dari atas...

Tidak ada komentar:
Posting Komentar