Sabtu, 29 Juni 2013

Kata Terakhir


Saya terlalu takut. Saya tak tahu. Apa ini salah saya? Karena semua orang menganggap begitu. Saya cuma bergumam di dalam pikiran kecilku, bahwa saya tak mau. Bukan karena saya tak peduli, tapi karena saya tak mau, lagi, saya tak bisa.

Entah kenapa. Jangan tanya.

Tatapan sinis, pandangan miring, itu semua yang saya lihat. Yah, mereka menganggap ini salah. Tapi, saya? Saya juga menganggap begitu. Tapi pikiran kecil menghalangi semua ini. Dan lagi, saya merasa seperti terhimpit antara apa yang saya mau dan yang tidak bisa saya lakukan. 

Ini sinting, saya tahu.

Mereka semua pikir saya tak dewasa, tak punya perasaan, kejam, jahat, tidak sayang, tidak peduli. Yah, mungkin mereka benar, atau saya yang tak sadar. Saya tahu, bukannya saya tidak peduli, tapi ada sesuatu yang saya tahu mereka tak tahu. Kau kira saya tahu apa yang mereka tidak tahu? Saya juga tidak, kalau mau jujur.

Bodoh. Ini bodoh.

Yah, maaf. Dilema bodoh ini bergerak dalam pikiran saya setiap hari, setiap saat, dan apa yang saya lakukan? Saya lari. Seperti biasanya. Saya lari, melawan arus emosi.

Apalah yang mereka katakan, Saya tak peduli. Memangnya ini semudah yang mereka pikir? Apakah apa yang saya pikir dapat saya utarakan? Saya sendiri tak tahu apa yang sedang saya pikirkan. Yang saya lakukan adalah lari, seperti biasanya. Saya lari, melawan arus emosi.

Kebodohan. Kekanak-kanakkan, mereka bilang.

Huh, mulut-mulut pedas tak tahu apa-apa, lebih baik kalian semua itu bungkam. Dan jangan urusi saya. Biarkan saya terlantar, seperti anak bayi tak ber-asa. Meskipun tidak begitu kenyataannya. Yah, ini memang salah saya. 

Sebenarnya apa yang sedang coba saya katakan? Semua ini sia-sia. Kalau saya tidak melangkah, atau sedikit memberanikan diri menghapus bayangan-bayangan yang tidak pernah terjadi, mungkin mereka akan menghormati saya sedikit akan hal ini. Atau saya sedikit membuka mata dan memakai kacamata baru agar semua terlihat jelas.

Tapi, ah, bagaimana seharusnya? Bodoh. Saya ini bodoh. Tak bisa melawan diri saya sendiri. Padahal ini hal sepele, seperti yang dilihat oleh mata-mata orang lain. Sepele. Se-pe-le.

Tapi maaf, sepele-mu, bukan sepele-saya. Meskipun kucoba membuatmu mengerti dengan segala bahasa yang saya mengerti, kau pun takkan mendengar. Apa gunanya semua ini? Sial.

Maaf. Ini kata terakhir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails