Tapi setelah warung ini dibangun,
tentu saja saya sebagai anak juga ikut bertanggungjawab mengambil bagian jaga
toko. Awalnya saya sebal, malas, grogi, aneh, membayangkan kalau nantinya saya
bakal berhadapan sama banyak orang. Itu bukan saya banget. Trauma lama sama
tetangga menyebabkan saya untuk menutup diri dari pergaulan sekitar rumah. Dan sekarang
tiba-tiba saya dihadapkan pada sebuah kewajiban untuk menjaga sebuah warung. Tempat
transaksi, tempat dimana banyaknya interaksi sosial terjadi. Ngeri? Iya!
Namun saya gak punya pilihan. Lagian
kalau saya membiarkan orang tua saya bekerja sendirian sedangkan saya
asyik-asyikan di kamar, kok rasanya saya kurang ajar sekali. Jadilah dengan
penuh tanggungjawab, saya ikut ambil andil dalam penjagaan toko ini. Sekalian belajar
gaul. Jujur, saya juga gak mau lama-lama hidup sama tembok. Dingin.
Hari ini berjalan baik. Walaupun saya
gak apal-apal banget berapa harga barang karena ada sekitar seratusan lebih
jenis barang di warung kami (untungnya ada daftar harga yang saya susun rapih
dalam bentuk tabel. Iya, saya lebih berminat jadi manager daripada jadi penjaga
warung hahaha). Hari ini saya jaga warung sembari menyelesaikan revisi tugas
akhir saya (besok mau bimbingan lagi soalnya).
Seperti yang saya bilang tadi,
saya jadi banyak kenal adik-adik kecil di komplek sini. Ada Dhea dan Ayu, adik
kakak berambut kuncir kuda asal Bandung, yang hari ini udah tiga kali mampir ke
warung dengan sepeda pink mereka. Dhea si kakak kelas 3 SD, dan Ayu yang baru
berumur 5 tahun. Mereka suka Alpenliebe Eclairs. Selalu itu yang mereka beli.
Kedatangan mereka yang pertama, saya Cuma senyum aja, gak banyak ngomong. Pengen
sih nanyain nama mereka siapa, tapi emang dasar grogian, saya Cuma senyum aja
dan bilang “makasih,” waktu mereka pergi. Gitu juga sama kedatangan mereka yang
kedua kali. Tapi pas yang ketiga kalinya, saya beranikan diri untuk nanya nama
mereka, karena mereka senyum-senyum ngeliat saya yang juga senyum-senyum dari
tadi. Akhirnya saya dapat dua orang kenalan baru.
Kemudian ada juga Frans dan
Pelik, abang adik yang juga asal jawa. Sebenarnya dua bersaudara ini juga udah
pernah datang kemaren-kemaren, tapi karena hari ini saya full seharian jaga,
jadilah intensitas pertemuan kami semakin sering, dan saya pun memberanikan
diri untuk berkenalan dengan abang adik ini. Yang sering datang sih si Pelik,
bocah umur 3-4 tahunan yang selalu beli kopi atau kalo nggak Royco,
kadang-kadang beli chiki juga. Kayaknya dia sering disuruh-suruh emaknya. Nah kalo
si Frans ini baru 2 kali saya ngeliatnya. Dia sekitar seumuran Dhea. Gak beda
jauh sama adiknya, belanjanya ajinomoto atau kalo nggak kopi.
Terus ada juga Andini dan Rianda,
kakak adik yang sering pakai sepeda couple kalau ke warung saya. Andini si
kakak manis banget. Rambutnya panjang sepinggang. Rianda juga ganteng banget.
Pertama kali yang datang itu si Rianda, bocah umur 4-5 tahunan kayaknya, beli
Nutri Sari sachet. Saya yang udah terpesona ngeliat dia dari ujung gang, gak
berhenti senyum sampai bocah ini pergi. Gak lama kemudian, bocah itu datang
lagi pake sepedaan sama gadis kecil rambut panjang, Andini. Ternyata dia juga
mau Nutri Sari sachet. Langsung aja saya ngomong,
“adiknya ya? Namanya siapa?
Kalo kakaknya?”
Jadilah, bertambah lagi kenalan saya.
Lalu ada bocah-bocah Dinda, Luna,
dan Niki, Adik kakak ini udah sering bolak-balik tapi nggak pernah mampir,
haha.. waktu dia mampir, langsung aja saya nanyain namanya (karena udah biasa
dari tadi nanya nama orang kali ya). Tadi saya dibikin malu sama Dinda, si
kakak. Tadi pas dia mau beli permen kiss seribu, saya kasih sepuluh. Trus dia
bilang,
"Seribu dapat berapa, kak?"
"Sepuluh, dinda"
"Bukannya delapan, kak? Soalnya lima
ratus dapat empat"
Saya liat botolnya. Astaga.
"Oh iya, delapan.."
-_-
Dasar pedagang amatiran.
Dan Dinda adalah gadis kecil yang
jujur.
Semoga ketika ia dewasa kelak kejujurannya
tetap sama seperti kejujuran yang ia tunjukkan ketika tragedi permen kiss ini
terjadi. Amin.
Barusan juga ada Gandung (bocah
yang jadi tokoh utama dalam postingan saya kemaren), juga asal Jawa, Jogja,
pake sepeda juga. Awalnya dia mau beli Chewez dan Chocolatos. Tapi karena
uangnya Cuma seribu, dia Cuma beli chocolatos doang. Kayaknya si Gandung ini
tipe yang cuek banget. Atau istilah keren dan gaul ala-ala anak mudanya “cool”.
Pas saya nanya ke Gandung
"Gandung kelas 6 kan ya?"
"Iya"
"Udah selesai UN nya?"
"Belom"
"Kapan selesainya?"
"Pokoknya belom. Makasih ya kak,"
Dan dia beserta sepedanya pergi
begitu saja.
Kalo di komik-komik, plot cerita
bagian ini ada semak-semak belukar yang bergulung-gulung di jalan terhembus
angin. Atau ada burung gagak “kaaak.. kaaak.. kaaak...”. Atau kalo di Running
Man, scene saya yang ini mirip scene Gwangsoo. Lengkap dengan backsound St
Agnes and The Burning Train nya.
Sama ibuk-ibuk dan bapak-bapak di
kompleks juga, saya lebih banyak berinteraksi dengan mereka hari ini. Biasanya
kalo duduk di teras siang-siang aja, saya udah gerah, gak terbiasa, gak nyaman.
Tapi entah kenapa, hari ini saya sangat menikmati duduk di depan notebook,
menjaga warung, dan melayani setiap konsumen yang datang. Walaupun pinternya
cuman senyum-senyum doang awalnya, tapi toh dengan senyum-senyum ini saya udah
dapet sembilan orang kenalan baru.
Satu tembok udah runtuh. Saya gak
merasa kedinginan lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar