Katanya, aku telah mempunyai hatinya untuk menumpahkan rasa sayangku kepada pemilik hati tersebut. Aku telah melimpahkan rasa yang melimpah-limpah padanya. Aku berikan saja padanya. Aku telah beberapa kali hidup dalam teori bahwa aku harus mencintai dengan ikhlas, dalam arti kata, tidak apa jika ia tidak membalas rasa yang aku berikan. Tapi kenyataannya, sungguh menyedihkan jika keadaannya menunjukkan bahwa kita tidak mendapatkan apa-apa. Katanya, kalau hal tersebut terjadi pada kita, berarti kita tidak tulus. Benarkah?
Dalam kenyataannya pun aku mampu menahan rasa menyedihkan tersebut. Berarti aku tulus kepada kamu. Ya kan?
Maaf karena aku berkata begini, aku merasa, dalam kehidupan antara aku dan kau, hanya aku yang berusaha. Hanya aku yang selalu mengalirkan rasa itu, tak putus-putus, tak mempan dihambat batu besar pun. Aku pun tidak mencoba-coba untuk membelokkannya ke lain arus, walaupun hanya sekedar “menikmati” dan “bersenang-senang” dengan arus lain. Sedangkan kau mungkin hanya perahu, yang mengikuti alur yang aku pilih, dan suatu waktu dapat berpindah sesuka hatimu, pada arus yang lebih menarik, menurut kamu. Lalu ketika arus itu tiba-tiba membosankan, kamu kembali pada arusku, yang senantiasa deras mengalir menuju tujuan perhubungan kita.
Sejak aku telah menyetujui perhubungan kita, dalam hatipun aku telah berjanji dan berikrar kepadamu, bahwa aku, dalam keadaan apapun, rasaku akan tetap sama. Apa kau juga? Aku ini.., bukanlah arus persinggahannmu untuk menyeberang ke arus yang lebih seru, kan?
Kamu, perahu yang mudah terpikat pada banyak arus, arusku akan begini terus padamu. Tak putus-putus.