Selasa, 15 Maret 2011

Tidak Putus-Putus

Katanya, aku telah mempunyai hatinya untuk menumpahkan rasa sayangku kepada pemilik hati tersebut. Aku telah melimpahkan rasa yang melimpah-limpah padanya. Aku berikan saja padanya. Aku telah beberapa kali hidup dalam teori bahwa aku harus mencintai dengan ikhlas, dalam arti kata, tidak apa jika ia tidak membalas rasa yang aku berikan. Tapi kenyataannya, sungguh menyedihkan jika keadaannya menunjukkan bahwa kita tidak mendapatkan apa-apa. Katanya, kalau hal tersebut terjadi pada kita, berarti kita tidak tulus. Benarkah?
Dalam kenyataannya pun aku mampu menahan rasa menyedihkan tersebut. Berarti aku tulus kepada kamu. Ya kan?

Maaf karena aku berkata begini, aku merasa, dalam kehidupan antara aku dan kau, hanya aku yang berusaha. Hanya aku yang selalu mengalirkan rasa itu, tak putus-putus, tak mempan dihambat batu besar pun. Aku pun tidak mencoba-coba untuk membelokkannya ke lain arus, walaupun hanya sekedar “menikmati” dan “bersenang-senang” dengan arus lain. Sedangkan kau mungkin hanya perahu, yang mengikuti alur yang aku pilih, dan suatu waktu dapat berpindah sesuka hatimu, pada arus yang lebih menarik, menurut kamu. Lalu ketika arus itu tiba-tiba membosankan, kamu kembali pada arusku, yang senantiasa deras mengalir menuju tujuan perhubungan kita.

Sejak aku telah menyetujui perhubungan kita, dalam hatipun aku telah berjanji dan berikrar kepadamu, bahwa aku, dalam keadaan apapun, rasaku akan tetap sama. Apa kau juga? Aku ini.., bukanlah arus persinggahannmu untuk menyeberang ke arus yang lebih seru, kan?

Kamu, perahu yang mudah terpikat pada banyak arus, arusku akan begini terus padamu. Tak putus-putus.

Minggu, 06 Maret 2011

Getaran

Saya suka naik motor, kalau ke kampus, biasanya saya naik ojek dulu ke luar komplek perumahan. baru selanjutnya disambung lagi dengan angkot. Dan setelah itu naik ojek lagi. Naik ojek memberikan sensasi dingin-dingin getar. Hm. Mungkin lebih tepatnya sejuk-sejuk getar. Kenapa? Karena naik ojek itu sejuk dan bikin getar2. Kenapa getar-getar? Karena itulah yang saya rasakan.

Maka sekarang ini saya menaiki sesuatu yang tidak akan saya sebutkan apa itu sampai akhir tulisan ini, untuk alasan mendramatisir.
Tapi yang jelas, sesuatu ini sungguh lebih dahsyat daripada motor. Pantat saya bergetar tiada tara.
Tapi tidak hanya itu saja. Tangan saya bergetar, kuku saya bergetar, N70 saya bergetar

Rambut saya juga bergetar.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Apakah ini sebuah gempa? Aku yakin tidak, karena bulu hidungku tidak bergetar. Hidungku memang bergetar, tapi bulu hidungku tidak.
Memang bulu hidung saya sakti. Kayak kera sakti, tapi gak pakai kera.
Hidung pakai kera gimana ya?
Apakah ada keranya?
Apakah kera itu bergetar?
Pertanyaan-pertanyaan itu menyimpan sebuah misteri besar, yang pasti akan kukuakkan, setelah mata saya selesai bergetar.
Hati saya pun juga bergetar. Tapi bukan getar cinta, melainkan getar rindu.

Getar warnanya coklat.
Eh, itu gitar.

Lalu seluruh dunia seakan akan runtuh di hadapanku. Di sampingku, di depanku, di belakangku. Di atasku, di dalam hatiku, di dalam gubuk tak bernomor tak berpenghuni di pinggiran sebuah kota anonim tak beradab. Kenapa kota anonim itu tidak beradab, saya tidak tahu.
Lalu tibalah puncak akhir sebuah perjuangan.
Tapi sebelum saya akhiri, saya ingin mengherani kenapa saya begitu terobsesi pada getaran.

Oke, inilah saatnya.
Sebuah akhir dari sebuah awal.
Saya membuang hajat dengan sukses






LinkWithin

Related Posts with Thumbnails