Rabu, 31 Juli 2013

Flash Fiction - Ironi

"Apa salahnya berteman dengan bencong?!" keluhku pada Ibu yang sedari tadi mengguruiku dengan berbagai macam ultimatum. Aku tak lagi boleh berdekatan dengan teman dekatku. Kata beliau, ia hanya akan membawa kesan negatif pada diriku sendiri. Hanya akan membuat malu diri sendiri di depan masyarakat.

"Saya cuman tidak ingin kamu malu nantinya! Apa kata orang-orang kalau setiap hari kamu duduk berdua dengan banci itu, tertawa-tawa entah apa yang ditertawakan. Kalian terlalu dekat!" suara Ibu mulai bergetar. Dan saya yakin sebentar lagi beliau mulai menangis. Dan seiring dengan keluarnya air mata Ibu, praktis saya akan dianggap durhaka. Tapi beliau memang sensitif. Salahkah saya untuk tidak peduli?

"Orang-orang aja gak tau apa yang saya bicarakan dengan dia, kalau mereka kemudian malah menuduh saya yang bukan-bukan atas dasar apa yang tidak mereka ketahui, kenapa saya harus mendengarkan mereka?" ujar saya melengos.

"Jadi kamu lebih peduli dengan banci itu daripada perkataan orangtuamu ini?" Ibu. Menangis. Saya durhaka.

"Bukan itu permasalahannya. Dia itu teman saya dan dia sedang membutuhkan saya sebagai temannya! Saya lebih memilih teman daripada harus mendengarkan setiap perkataan orang-orang yang bisanya menuduh saya yang bukan-bukan. Mereka tidak tau bagaimana saya, dan kenapa juga saya harus mendengarkan apapun perkataan mereka? Haruskah saya mendengarkan dan memenuhi keinginan setiap orang-orang yang selalu bergunjing atas apa yang tidak mereka ketahui tentang saya? Orang-orang yang hanya menilai saya dari apa yang mereka raba-raba?"

"Pokoknya sekali lagi saya melihat banci itu datang ke rumah ini lagi, saya yang akan turun tangan untuk mengusir dia dari sini!"

"Apakah karena dia berbeda dengan yang lain terus kita ini lebih baik daripada dia? Apa kita ini termasuk golongan yang lebih terhormat daripada dia? Apa ibu pikir saya ini normal? Banyak hal yang lebih berharga dan lebih penting untuk dilihat dan dinilai. Penampilan luar, harta, kekayaan, jabatan, kita semua buta dengan itu. Buta! Tuhan saja tidak pernah membeda-bedakan makhluk!"

Sebuah cerocos yang tidak akan didengarkan. Saya terduduk lemas. Sangat lemas sekali karena pengeluaran emosi ini sungguh-sungguh menguras tenaga. Saya benar-benar tidak tahu lagi harus bagaimana. Haruskah saya mengacuhkan teman yang begitu baik pada saya hanya demi memuaskan penilaian orang-orang tentang pribadi saya? Sepenting itukah pencitraan walaupun menipu diri dan hati sendiri? Bukankah itu yang dinamakan munafik? Bukannya itu bertentangan dengan apa yang dituliskan dalam buku PPKN tingkat SD?

Saya mengalah. Sungguh saya tidak mau durhaka karena mengacuhkan perintah orangtua. Sudah beberapa minggu ini saya mengacuhkan si teman. Dan selamat kepada orang-orang penilai yang bernama masyarakat, berterima kasihlah pada saya karena saya telah memuaskan keinginan kalian semua!

Akhir-akhir ini orang tua saya kembali tenang. Bahagia melihat anaknya mengajak seorang teman ke rumah. Seorang wanita berparas cantik, ramah, dan hangat. Tidak banci, tidak kelihatan tidak normal, dan tentunya, membawa citra yang positif untuk anaknya. Bukankah sebentar lagi anaknya akan dibilang supel dan pandai bergaul? Apalagi temannya ini memiliki nilai plus, bahkan jika orang-orang tersebut melihat kami dengan menyipitkan mata mereka, tidak akan masalah, tidak akan ada citra yang buruk!
Si orangtua menghela nafas lega.

...

Di beranda, dua orang wanita bercakap.
"Akhirnya aku bisa juga ke rumah kamu, yang.."
"Kan udah aku bilang, aku bakal ngajak kamu, ngenalin kamu sama orang tua aku"
"Aku khawatir mereka gak suka hubungan kita.."
"Aku jamin gak akan ada masalah. Mereka bakal suka,"
"Hihi.. keluarga kamu aneh.. Tapi aku bahagia. Makasih ya sayang.."
Dan mereka berpelukan mesra.

Kamis, 25 Juli 2013

Rumors


Saya menyukai tokoh Olive Panderghast yang diperankan oleh Emma Stone di dalam filmnya yang  berjudul Easy A. Sebenarnya ini merupakan sebuah film remaja bertemakan kehidupan anak SMA yang penuh dengan rumor-rumor namun dengan sangat pintarnya Will Gluck membuat alur yang cerdas dan tidak murahan seperti film-film remaja lain.

Tokoh Olive di sini merupakan korban dari rumor yang berkembang dengan dahsyat dan cetar. Olive yang pada awal film bilang “I used to be anonymous, If Google Earth were a guy couldn't find me if I was dressed up as a 10-story building” tiba-tiba menjadi terkenal begitu saja hanya karena rumor negatif bahwa ia baru aja kehilangan keperawanan. Dan yang saya suka dari Olive ini adalah, caranya menanggapi rumor tersebut. Bukannya malah galau atau stress atau menangis semalam dan mengupdate status lewat facebook macam yang dilakukan generasi jaman kuda gigit genteng sekarang ini, tapi Olive malah menyerang balik orang-orang satu sekolahan yang menggosipkan dirinya dengan berdandan seperti apa yang benar-benar mereka gosipkan, yaitu menjadi pelacur.



Olive seakan-akan berusaha menciptakan image pelacur. Bahkan ia dengan gokilnya meniru drama Scarlet Letter dengan memasang tanda huruf A di dada kiri. A for Adulterer. (but di dialog film Olive bilang A is Awesome wkwk..) Walaupun pada kenyataannya image pelacur yang Olive buat telah banyak sekali membantu teman-teman di SMA nya yang mempunyai permasalahan dengan pencitraan –saya heran kenapa di luar sana kata JOMBLO adalah sebuah kata yang paling menjatuhkan harga diri kayaknya. Mereka meminta bantuan Olive untuk berbohong pada orang-orang kalau mereka berkencan dengan Olive yang notabene sekarang berimage cewek cantik gaul dan lacur. Olive berbohong, dan voila! Anak-anak kurang gaul pun mendapatkan tempat untuk bergaul. Memang, masalahnya gak penting dan sepele banget. Tapi inti ceritanya justru bukan disitu.

It’s all about how people are more interested in bad news and issues rather than good news and facts.

Rata-rata orang lebih senang untuk membicarakan hal yang masih diawang-awang. Masih belum jelas kebenarannya. Dan lebih parahnya lagi, ada orang yang berbaik hati untuk menyebarkan berita yang belum jelas bagaimana titik terangnya tersebut. Menurut saya itu hal yang sangat bodoh dan terlalu sok-sok an sekali menjudge orang hanya berdasarkan pada suara-suara liar yang entah dari mana datangnya.

Tapi untuk saya pribadi, saya mulai menekankan dalam hati bahwa gak ada gunanya memikirkan kata-kata orang yang gak sesuai dengan bagaimana kita yang sebenarnya. 

Kita gak akan bisa menilai sebuah film itu bagus atau buruk, menarik atau membosankan tanpa menontonnya secara keseluruhan. 

Kalo kamu menilai saya hanya dari lubang pintu yang kecil dan sempit, maka itulah yang kamu lihat tentang saya. Kamu melihat beberapa persen tentang saya dan kemudian menambahkan kepingan-kepingan yang kamu buat sendiri untuk menggambarkan tentang saya, terserah. Toh kamu memandang saya dari angle itu. Angle lubang kunci yang kecil. Atau kamu bisa membuka pintu tersebut dan melihat sendiri seperti apa saya sebenarnya, berbicara untuk mengetahui bagaimana saya berpikir, bagaimana saya bersikap, juga terserah.



Olive Penderghast: The rumors are true. I am, in fact, considering becoming an existentialist.
:v



yeah, sometime.

Minggu, 21 Juli 2013

Tentang Si Datar dan Si Aneh


Kebanyakan teman-teman bilang saya mempunyai ekspresi yang datar.
Teman kampus bilang saya ini tanpa ekspresi.
Senior bilang saya ini berwajah nge-blank.
Ibu saya bilang, ketika waktu kecil, saya jarang nangis, jarang rewel, jarang ketawa, anteng-anteng aja bawaannya.
Dua orang teman di komunitas baru saya, bilang saya cewek aneh.
Tetangga saya bilang saya sombong, jarang senyum.
Dulu pas jaman SMA malah ada seorang teman yang nyeletuk “Dasar autis..,” dan kemudian dia berlalu pergi.
Dan beruntung sekali ketika seminar kemaren, penguji malah bilang “Dia ini pintar banget manajemen ekspresi, ditanya macam-macam, dikerasin, ekspresinya sama aja kayak waktu sebelum ujian,”
...
-_-

Semua tanggapan orang-orang yang pernah berinteraksi dengan saya rata-rata lead to the same thing that I’m a weirdo and have a ‘flat’ expression.

Padahal sumpah, saya ini jujur bersikap apa adanya dan saya merasa bertingkah seperti orang kebanyakan (menurut saya sih) tentu aja yang nilai saya sendiri itu orang lain, tapi toh kebanyakan dari mereka hanya menilai saya setengah-setengah, dan selama saya meyakini hal tersebut, jujur saya gak memikirkan banget tentang bagaimana orang menjudge saya aneh. Tapi pikiran saya gak sejalan sama tangan. Sekarang tangan saya udah gatel pengen ngetik postingan tentang hal ini. Hal bagaimana saya dianggap, bagaimana orang-orang berpendapat tentang saya, dan bagaimana hal ini bisa terjadi. Semua akan saya kupas (emang jeruk dikupas -_-)

Beginilah saya memulai analisa. Berawal dari mengikuti tes kepribadian, dan setelah menjawab seluruh pertanyaan, maka hasil yang saya dapatkan adalah, saya seseorang yang mempunyai kepribadian ISTP (Introverted, Sensing, Thinking, Perceiving). Introvert 100% -_- , Sensing 53%, Thinking 63%, dan Perceiving 53%.

Di artikel tersebut, orang-orang ISTP ini mempunyai banyak akal dan mampu memutuskan sendiri tindakan yang perlu dilakukan dalam menghadapi masalah. Karena kepercayaannya pada hal yang logis membuat mereka menjadi seorang realis yang sering menjadi sumber informasi dan fakta untuk hal-hal yang mereka pahami dengan baik. Seorang ISTP senang dengan kesibukan dan melakukan hal-hal yang baru. Karena kepribadiannya yang introvert, mereka biasanya pendiam, senang menyendiri, menjaga jarak dan pemalu kecuali dengan teman baiknya. Karena pendiam dan kebiasaannya menyendiri, orang-orang di sekitarnya sering menganggap mereka sebagai antisosial dan dingin. Mereka juga sering menyimpan suatu hal untuk diri sendiri, bahkan untuk hal yang paling penting sekalipun. Karena kebutuhannya akan tantangan sering membuat seorang ISTP menjadi sembrono dan cepat bosan.

Saya emang cenderung tidak terbiasa untuk curhat mengenai apapun, masalah apapun, sedang dalam kondisi apapun. Entah kenapa, bukannya gak mau (katanya kan dengan curhat setidaknya bisa mengurangi beban) tapi saya emang gak bisa dan gak terbiasa. Sebelum curhat pada orang lain, saya kebanyakan mikir dulu, apa sih pentingnya masalah saya ini sama orang itu, saya bakalan ngerepotin orang lain gak ya, dan banyak lagi pikiran2 lain yang sukses bikin saya menelan sendiri permasalahan yang saya hadapi. Walaupun banyak sekali orang-orang yang menjadikan saya tong sampah atas permasalahan mereka, saya tetep gak bisa, plus, gak tau gimana caranya untuk memulai curhat.

Nah, karena saya cenderung menyimpan di dalam hati tentang apa yang saya rasakan selama bertahun-tahun, ternyata juga berdampak pada ekspresi dan cara saya menanggapi suatu hal. Mungkin sulit bagi orang lain untuk mengerti bagaimana kondisi saya. Ketika dalam becandaan, seorang teman yang saya rasa becandaannya sudah agak kelewatan, tapi teman tersebut bersikap santai saja karena ibaratnya ekspresi saya tidak mencerminkan bagaimana kondisi hati saya pada saat itu. (dan pernah pada suatu kasus, ketika ekspresi marah saya gak nyampe dan gak dipahami oleh seorang teman sebut, maka tangan saya lah yang berbicara. Bhahahak.. saya timpuk mukanya pake sendal. Ini serius :D ). 

Di ekspresi datar tersebut pun saya juga ingin mengklarifikasi bahwa, dalam kedataran saya tidak serta merta berisi ke-blank-an semata. Saya gak pernah blank. Saya ini observer, suka sekali mengamati dan berpikir misalnya kenapa orang tersebut bisa bertingkah seperti itu, kenapa kejadian ini bisa terjadi, blablabla, dan itu jarang saya diskusikan atau saya utarakan sama teman2 saya. Jadi ketika saya asyik berdiskusi dengan pikiran saya sendiri, tiba-tiba enak aja ada orang yang bilang saya lagi ngelamun. (dan dalam hati saya menekankan kepada diri saya sendiri bahwa saya gak akan menilai orang setengah-setengah!)

Lalu mengenai sikap autis, aneh, dan sebangsanya, saya ingin bilang bahwa, MAU DIAPAIN LAGI KEPRIBADIAN SAYA EMANG BEGITU. Serius deh saya udah berusaha untuk senormal mungkin. Lagian pengertian autis aneh dan sebagainya itu kan relatif. Lagian saya harus gimana biar dibilang normal? Apa saya harus membohongi diri sendiri dulu untuk memuaskan orang lain dengan merespon semua hal dengan apa yang mereka ingin dengar? Contohnya kondisi kayak gini:

KASUS 1
Saya: Menu berbuka kamu apa?
Teman: Saya gak puasa, (padahal cowok, dan Islam. Saya tau dia bercanda)
Saya: Lagi mens ya?
....
Dan si teman ini gak lagi bls sms saya.

Klarifikasi: Emangnya ada yang salah sama pernyataan saya barusan? Haha emang saya niatnya bercanda, tapi menurut saya bercandaan mengenai hal tersebut dengan cowok bukan suatu kekurang ajaran atau hal yang pantas untuk dimalukan, kan? Toh itu sudah kata-kata yang lazim. Di tipi aja banyak, bahkan sambil nonggeng-nonggengin pantat di tempat tidur (Revalina: anti kerut, anti bocor). Itu hal yang lazim banget kan? Kalo saya ngerespon dengan "Iiih.. kamu kok gak puasa sih, ntar dihukum Tuhan loh.." sumpah itu bukan saya banget. -_-

KASUS 2
Teman: kamu sakit yaa
Saya: iya nih.. flu..
Teman: cepat sembuh ya
Saya: mau tau warna ingus saya?
Teman: dasar aneh

Klarifikasi: Dimanaaa letak anehnya? Saya cuman nanya kayak gitu doang biar kita lebih akrab dan saya kira lelucon kayak gitu gak usah ditanggapin serius dengan bilang orang lain aneh. Cukup tanggapi aja lelucon orang dengan lelucon yang lebih aneh lagi. Ngerti?

KASUS 3
Di SMS
Teman: Saya sakit
Saya: sakit apa?
Teman: flu.. mau tau rasa ingus saya? (si teman ini udah mulai terbiasa bergaul ala saya)
Saya: Asinn pastinyaaa...
Teman: Baru kali ini saya bertemu wanita aneh seperti kamu, ingus aja mau ngerasain *merenung

Klarifikasi: GUWWEH INI CUMAN MELANJUTKAN CANDAAN ELOHH -_- 

Kamis, 11 Juli 2013

Setelah Sahur

Selamat pagi setelah sahur, meskipun telat ngucapinnya (dan meskipun saya ragu ada yang baca blog ini tapi ya sudahlah saya ingin nulis ini pokoknya, dan gak satupun yang bisa melarang hasrat mulia saya). -_-
Mewakili semua penghuni WHITE HOUSE dan DIAN SASTRO'S family. saia ngucapin SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA (meskipun agak sangat super telat sekali). Di moment yang bahagia nan syahdu ini saia mohon maaf lahir dan batin. Khususnya buat Nicholas Saputra, "maaf Nico, kita emang ga jodoh". Trus buat om Donald Trumph, "Sorry uncle, i can't go to your house, my private plane was broken yesterday". And yang terakhir buat Mama saia tercinta, "Maafin aku mommy, aku tumbuh menjadi perempuan dengan kadar kecantikan yang jauh melebihi dirimu".
buat teman2, penyakit cantik saya makin kronis. mohon dukungan doanya ya..

Hilang

dia bilang dia bahagia. dia selalu ingin bersamanya. dia memilihnya daripada orang yang menunggunya lama. dia bersikap menantang saya. membuat saya merasa sayang lebih dari biasanya. membuat saya tertusuk pisau yang sama. pedih yang sama. hilang yang sama. membuat samar yang sama. dan semua tak ada yang beda.

dan satu kali lagi dia lakukan hal yang sama. entah keberapa kalinya. untuk kabar dia tak banyak saya terima. hanya beberapa saja. bukan saya menghindari dia, hanya tak tahan dengan sakitnya. untung dia jauh di sana, bukan di pelupuk mata. untung dia tak tahu keadaan saya, yang selalu ingin bersama dia. dia bukan orang yang sama, seperti yang saya suka. tapi tak apa, karena hanya dia di benak saya.

dia muncul dengan senyum berjuta. tawa menggoda. saya bahagia. tapi ternyata hanya sesaat saja. memang tak ada yang selamanya. sekali lagi sakitnya menyerang saya. membuat saya merasa keram dari ujung kepala. dan sekali lagi saya tak jera.

tak apa. sakitnya tidak seberapa. sakitnya mulai membiasa. kini sudah tak terasa. hilang rasanya.

270310

Ini Hidup

Temanku.
Sudahkah kau dengar, begitu banyak yang telah berubah. Bahkan mimpi pun tidak lagi sama. Beberapa telah menjadi nyata, beberapa diantaranya bertahan menjadi hiasan bantal. Beberapa kisah bertahan begitu lama, mungkin selamanya. Sementara beberapa lainnya, berakhir diantara air mata dan kecewa.
Apakah sampai kabarnya ketempatmu berada, beberapa kejadian tentang kebodohan zaman. Tentang beberapa kawan yang menjemput mautnya bersama penyesalan. Atau cerita indah tentang mereka yang membangun hidup baru dengan penuh suka cita..kau, salah satunya.
Temanku,
Coba runtutkan kejadian tentang lalu. Kita sebut itu ingatan. Kita biasa mengangkat buku-buku cerita dan berbicara tentang baju, sepatu, makanan, lagu-lagu my chemical romance dan sheila on 7, atau hidup yang tak sesuai dengan apa yang kita mau. Kita biasa berbicara apa saja, sampai bertahun-tahun berikutnya pun, kita masih saja berbicara. Bertukar cerita.
Temanku yang jauh disana,
Bagaimana kau mengisi waktumu? Apa dengan mengalami kejatuhan, atau Tuhan masih saja memperlakukanmu sebagai gadis manisnya. Memberimu hidup yang minim drama. Semoga apapun itu, kita, kau dan aku, bukan lagi bagian dari pecundang yang membuang waktu untuk menangisi dendam dan sesal. Bukan bagian dari mereka yang tertahan di sehari sebelumnya, di waktu-waktu yang telah dilewati dengan kesalahan. Semoga tidak lagi.
Tidak saat ini dan nanti.
Temanku,
Diantara malam, diantara ruang yang tercipta antara antara kau dan aku, aku selipkan doa. Untukmu saja, untuk hari tuamu yang menunggu disana. Selipkan doa untuk kebahagiaan yang masih terdiam menunggu saatnya.
Berdoalah tentang hidup. Semoga hari-harimu bisa kau lalui bersama orang-orang teristimewa. Semoga tahun-tahunmu kau habiskan melakukan sesuatu yang membuatmu tersenyum, setipis apapun itu.
Berdoalah tentang mati. Semoga ketika dia menjemputmu, semoga ketika dia menjemput orang-orang disekitarmu, tidak akan ada penyesalan tentang tindakan yang sudah, ataupun belum sempat kau lakukan.
Berdoalah tentang keikhlasan. Semoga tanpa embel-embel Tuhan, kau bisa percaya, semua yang terjadi diatur berdasarkan rentetan waktu.
Setelahnya, tepuk bantalmu, dan ingat saja tentang aku. Tentang masa muda yang biasa kita habiskan dengan membagi tawa dan semuanya. Kemudian tidurlah dalam senyum, ucapkan selamat malam kepada bantal yang setia memberimu sandaran.
Dan bermimpilah.

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails