Rasanya baru dapat pembimbing untuk proposal itu... kayak habis lolos audisi Indonesian Idol. Hari itu, Selasa, dengan semangat tinggi menggebu-gebu dan menggenggam dua bundel proposal di tangan (yang satu kopian tentunya, gak mungkin saya membuat proposal mengingat membuat satu proposal saja bikin saya hampir kurus dan saya pun hanya manusia biasa yang memiliki kemampuan terbatas), dengan tekad bulat dan harapan akan diterimanya proposal ini oleh jurusan, saya melangkah masuk ke Fakultas ISIP. Oh god, hati ini sunggup berdegub kencang seperti genderang mau perang, tapi itu kan lirik lagunya ahmad dhani yang katanya masuk aliran iluminati, saya langsung istighfar.
Ketika masuk, saya mendapati teman-teman saya tengah berkumpul, dan melihat saya menjinjing sebuah proposal, teman-teman saya langsung memberikan support dan semangat, dan tidak lupa pula serangkaian doa menyertai langkah menuju ruangan sekretaris jurusan. Layaknya seseorang yang akan masuk ruang audisi yang di dalamnya sudah duduk ahmad dhani, agnes monica, dan anang yang menjalin hubungan dengan seorang artis pendatang baru ashanti. Sungguh gak kebayang deh gimana perasaannya aurel ketika mendapati ibunya kawin dengan pengusaha bertampang bar-bar asal timor timor dan hamil di luar nikah dan melahirkan kemudian mendapatkan adik tiri bernama amora, sementara ayahnya depresi dan membuat lagu-lagu sendu sebagai bentuk sindiran terhadap mantan istri sembari bergonta-ganti menjalin hubungan dengan penyanyi lain. Sungguh dramatik kisah hidup aurel.
“Eji, semoga sukses ya,” ujar teman-teman.
Kemudian saya masuk ruang audisi, dan menyerahkan proposal saya kepada buk desna. Wajah bu desna yang cantik perlahan menetralisir rasa ketakutan saya. Dan setelah itu.. yah.. menunggu proposal diterima atau tidak. Saya meninggalkan ruangan dengan perasaan lega. Lega, setidaknya saya sudah ada jawaban atas pertanyaan seorang teman yang mungkin suatu saat akan dilontarkan jika hal buruk terjadi misalnya proposal saya ditolak, seperti,
“Hai ji, gimana TA lo guys? Lancar aja kan? Gua bentar lagi seminar proposal gitu loh,” ternyata teman saya gaul.
Dan saya telah punya jawaban, “Hm, gue sih udah pernah ngasih proposal ke jurusan, tapi ya gitu deh, karena pemikiran gue yang kreatif bbbbanget, dosennya gak ngerti sama yang gue buat. Ditolak. Gue miris liat pendidikan di Indonesia jaman sekarang. Gak habis pikir gue.. sekarang lagi buat yang baru. Gue berusaha untuk gak kreatif kali ini”.
Nice.
Setelah menunggu beberapa menit di sekretariat Pers Genta, tiba-tiba ada teman yang SMSin saya, si Tika dan bilang kalo Bu Desna pengen saya ada di ruangan dia saat itu juga. Sontak saya kaget dan langsung melaju ke jurusan. Sesampainya di jurusan, saya yang deg degan langsung masuk ke ruangan bu desna dengan bermacam ragam pemikiran. Apakah saya lolos audisi Indonesian Idol atau tidak. Tiba-tiba bu desna membalikkan badan dan menyerahkan proposal saya yang sudah bertuliskan nama pembimbing. Oh god Bu desna kayak bilang “Selamat, kamu berhak ke Jakarta!!!” rasanya pengen sujud syukur. Dengan mata berkaca-kaca saya mengucapkan terima kasih kepada ibuk cantik.
Hm, rasa lega yang saya rasakan beserta seluruh finalis Indonesian Idol mungkin Cuma sementara. Lega, karena akhirnya langkah awal sudah terjajaki dengan baik. Dan akhirnya setelah merasa “Lega” tersebut, barulah terpikirkan bahwa masih banyaaaaaaaak jalan yang harus ditempuh. Ini baru langkah awal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar