Mungkin mereka yang punya banyak sodara bilang anak tunggal menyenangkan, diperlakukan kayak putri dan anak raja, semua yang diinginkan selalu ada, hari-hari selalu menyenangkan. Mereka pikir anak tunggal memiliki ego yang besar karena merasa apa yang diinginkan selalu terkabulkan, kepada siapapun mereka meminta. Mereka pikir anak tunggal adalah anak yang cengeng, manja dan tidak bisa apa-apa. Namun mereka salah. Salah besar.
Saya sudah 21 tahun menjalani hidup sebagai anak tunggal. Seluruh kasih sayang tercurahkan pada saya, memang sangat menyenangkan. Sangat menyenangkan. Saya bersyukur untuk itu. Tapi, di samping sisi kehidupan saya yang sangat menyenangkan tersebut, ada satu sisi dimana saya merasa sungguh-sungguh sendirian –walaupun saya punya banyak teman. Saya pikir, saya sendiri yang menyebabkan mengapa saya merasa sendiri. Saya introvert.
Saya sangat-sangat membenci bagian dari diri saya yang introvert. Tidak seharusnya saya memikul tantangan –jika kata beban menjadikan saya berimage mudah mengeluh- ini sendirian. Tentu saya juga tidak mau membagi-bagi beban kepada orang lain, tapi setidaknya dengan bercerita, “katanya” bisa mengurangi beban.
Mengapa disaat teman-teman begitu percaya kepada saya bercerita tentang segala hal, mulai dari hubungannya dengan pacarnya, sampai ke kehidupan rumah tangganya, saya justru harus berpikir ratusan kali, apakah saya akan menceritakan apa yang saya alami dan apa yang tengah saya hadapi kepada teman dekat saya sendiri. Pun begitu juga kepada kedua orang tua saya, jarang sekali saya mampu bercerita tentang apa yang terjadi.
Jika saya ada waktu, pasti saya akan mendengarkan setiap orang yang ingin bercerita kepada saya. Kapanpun mereka mau, saya selalu berusaha ada ketika mereka minta didengar. Namun, ketika saya ingin bercerita, mengapa saya hanya bisa menelan bulat-bulat apa yang ingin saya bicarakan? Dan disisi lain pun saya juga merasa, mereka yang akan mendengarkan ceritaku akan berpikir, “Untuk apa gunanya saya mendengarkan dia? Toh tidak ada berarti apa-apa untuk saya”. Dan akhirnya saya hanya bisa menelan kata-kata yang sudah tersangkut di kerongkongan dan memaksa untuk kembali memasukkannya ke hati. Dan karena hati menjadi nyeri karena tidak mampu lagi menampung sampah-sampah yang tidak jadi dikeluarkan, maka tubuh saya akan mengeluarkannya berupa air mata.
Entah kenapa saya merasa menjadi anak tunggal adalah hal yang sangat menyedihkan. Ketika teman-teman saya yang mempunyai saudara bisa melakukan hal-hal yang mereka inginkan, seperti mau menjadi apa saat besar nanti, ingin mencoba hal-hal baru, berjalan dengan jalan yang dipilih sendiri, saya justru memiliki beratus-ratus pertimbangan ketika ingin melangkahkan kaki satu langkah saja. Selalu gamang. Saya harus mempertimbangkan bahwa saya adalah anak tunggal, saya harus berhasil di kehidupan karena saya satu-satunya harapan mereka. Jika saya gagal, maka sama saja saya membawa mereka turut serta menuju kegagalan. Bandingkan dengan teman saya yang punya seorang saudara, harapan tersebut bisa mereka emban berdua. Dikala saatnya kita dewasa pun juga, orang-orang yang bersaudara mempunyai teman untuk saling berdiskusi, saling meminta saran dan saling menjaga. Anak tunggal? Lagi-lagi harus bisa berdiskusi dengan diri sendiri, mengambil keputusan sendiri, bertanggung jawab sendiri, dan menikmati hal-hal lain sendirian. Kecuali anak tunggal yang ekstrovert.
Saya sangat membenci jika ada orang yang memandang saya manja hanya karena mengetahui saya anak tunggal. Biasanya mereka yang memandang saya seperti itu hanyalah orang-orang yang mengenal saya setengah-setengah.
Semoga Tuhan memaafkan saya yang tidak tau diuntung ini. Tapi tidak bisa dipungkiri, memang begitulah rasanya jadi anak tunggal. Namun bagaimanapun juga saya bersyukur.
Terkadang saya sangat merindukan sosok saudara, yang bisa membantu saya untuk menjinjing beban ini bersama-sama. Tapi Tuhan memberikan seorang anak tunggal kepada ibu dan ayah saya, itu berarti mungkin saya mampu menahan ini sendirian. Ataupun juga bisa berarti, Tuhan mau saya tidak buta melihat orang-orang terdekat, yang mungkin juga selalu ada untuk saya.
Yah, semua ada plus minusnya. Karena sempurna, selalu dinilai berlebihan.
1 komentar:
katanya grow-up together.. ja slalu cerita2 ke eji.. apa bebanin ya??? maaf ya ji
tapi eji harus tetap semangat ya.. kalau menurut eji,cerita bisa mengurangi masalah, ceritakanlah...
Posting Komentar